Menyusuri (Politik) Hati Seorang Lidyawati

Opini : Muchtarim



LAHAT, SS.CO.ID
- Kepastian melajunya Cik Ujang mendampingi Herman Deru pada Pilgub Sumsel, ditambah mencuatnya beberapa nama di bursa Kepala Daerah Kabupaten Lahat, semakin menambah dinamika Pilkada Lahat tahun 2024. Berbagai prediksi anyar kembali bermunculan dibumbui ilmu cocoklogi ala netizen mulai meramaikan penerawangan para elite mengenai pemimpin Kabupaten Lahat tahun 2024.

Majunya Cik Ujang sebagai Cawagub Sumsel tahun 2024 awalnya tentu saja membimbangkan harapan masyarakat pendukung tentang Cahaya Jilid II. Sebelum akhirnya kubu Cahaya menghadirkan sosok yang sebelumnya digemborkan akan meramaikan Pilkada Muara Enim, Hj. Lidyawati, S.Hut,.M.M.

Munculnya nama Lidyawati yang tetap menggandeng H. Haryanto sebagai wakilnya telah memantik lagi semangat pendukung Cahaya dengan menggaungkan "rasa yang sama". Slogan Berlian yang diketengahkan dengan segala definisi dan filosofinya turut mendongkrak popularitas pasangan Berlian yang mulai beranjak meningkat. Tak sekadar akronim, begitu kata salah seorang penulis menyebutnya.

Meski slogan Berlian merebak, namun dalam benak siapa pun tentu tidak bisa memungkiri akan masih adanya keraguan terkait kiprah politik dan ketangguhan seorang Lidyawati di kancah Pilkada yang tentu saja membutuhkan mental baja, kepiawaian menarik simpati, serta tidak menjadikan ajang ini sebagai gerakan coba-coba.

Keraguan itu tentu bukan tidak beralasan. Isu feminisme menjadi pisau bermata dua meski sebelah sebagian tumpul. Pemimpin berjenis kelamin perempuan akan dicermati dari sisi kerapuhan dan labilitas. Hanya saja sisi lainnya tentang warna baru, sejarah, serta kiprah Lidyawati di birokrasi akan membantah segala perspektif yang ada.

Kemudian akan ada keraguan tentang pengalaman, mengingat adanya nama-nama pesaing yang lebih matang dalam kancah politik, bahkan sudah tidak diragukan dengan nama besar mereka. Mampukah seorang Lidyawati yang minim pengalaman politik ini menyepadankan kemampuannya? Diperkuat lagi dalam beberapa kesempatan, Lidyawati mengatakan secara lugas bahwa dirinya tidak memiliki basic politik. Pernyataan ini tentu akan menggoda nalar berpikir, "Sudah tepatkah Cik Ujang menjadikan Lidyawati sebagai penggantinya?". Mengingat, di lingkup kepartaian, DPD Demokrat Lahat memiliki nama-nama yang bisa diketengahkan. Dalam pengamatan sekilas tentu akan menempatkan nama-nama petinggi Demokrat sebagai sosok tepat dibandingkan Lidyawati.

Untuk menjawab segala keresahan yang menggerogoti pemikiran, maka saya mencoba flashback lagi kiprah Lidyawati selama mendampingi Cik Ujang sebagai Bupati Lahat. Baik di rumah maupun dalam pekerjaan.

Sebelum mengulas kiprahnya sebagai pendamping orang nomor satu di Kabupaten Lahat, kita menarik dulu pangkal benang ke belakang. Jauh sebelum Cik Ujang menjabat sebagai Bupati Lahat, Lidyawati merupakan sosok perempuan yang dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi. Ia selalu melibatkan diri dalam aksi sosial dan kemanusiaan. Entah sudah berapa banyak materi yang digelontorkan untuk berdonasi terhadap warga Palestina termasuk juga dalam isu kemanusiaan lainnya. Saat itu, meski belum populer di tengah masyarakat umum, nama Lidyawati sudah terlebih dahulu populer di catatan relawan kemanusiaan.

Setelah menjadi istri orang nomor satu di Kabupaten Lahat, di awal-awal kepemimpinan Cik Ujang, Lidyawati langsung bergerak di bidang sosial masyarakat dengan membentuk organisasi sosial bernama GLPS (Gerakan Lahat Peduli Sosial). Dengan GLPS, Lidyawati merangkul dan menjalin sinergi banyak organisasi kepemudaan untuk turut terlibat dalam gerakan ini. Seiring pergerakan GLPS, Lidyawati turut melahirkan satu gebrakan yang dinamakan Jumat Berkah, yang mana ini merupakan kegiatan berbagi setiap Hari Jumat, bahkan bertahan hingga hari ini meski Cik Ujang sudah tidak lagi menjabat sebagai Bupati Lahat.

Perhatian Lidyawati kepada masyarakat semakin kentara dengan turut berjibaku dalam menurunkan angka stunting di Kabupaten Lahat. Memanfaatkan jabatan sebagai Ketua PKK Lahat, Lidyawati berkolaborasi bersama kader Posyandu dan Kader KB di Kabupaten Lahat hingga pada masa jabatannya sebagai Ketua PKK Lahat berakhir, angka stunting Kabupaten Lahat menjadi terendah kedua di Sumatera Selatan.

Tidak hanya sampai di situ, perjuangan Lidyawati juga terbukti dengan memperjuangkan Kabupaten Lahat sebagai Kabupaten Layak Anak. Ia berhasil menyatukan persepsi berbagai sektor pemerintahan Kabupaten Lahat untuk mendukung memenuhi beragam indikator sebagai Kabupaten Layak Anak. Kerjasamanya dengan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Lahat mendapatkan predikat Madya yang kemudian bergerak menuju predikat Nindya saat tugasnya sebagai Ketua TP PKK Lahat berakhir.

Dengan segala kinerja dan perjuangannya, rasanya tidak salah jika Patani (Pandu Tani Indonesia) mengganjarnya sebagai Tokoh Inspiratif Perempuan pada tahun 2022.

Kemudian, kita akan kembali mengaitkan dengan pencalonan Lidyawati sebagai kepala daerah. Pada awal kita menyimak perkataan Lidyawati tentang ketidakmahiran dirinya dalam dunia politik. Namun, dari perjalanan kiprahnya ia memang tidak menempatkan politik sebagai senjata utamanya, melainkan menempatkan hati dan ketulusan sebagai kekuatan perjuangannya.

Salahkah jika perempuan minim politik ini berkompetisi di ajang sekelas Pilkada? Mari kita simak seutas quotes dari Margareth Thatcher yang juga pernah digelontorkan Lidyawati, "Dalam politik, jika Anda ingin sesuatu dikatakan, tanyakan pada seorang pria; jika Anda ingin sesuatu dilakukan, mintalah pada seorang wanita.". Dalam Quotes ini, setidaknya kita tahu, bahwa seorang perempuan lebih merespon dengan aksi ketimbang basa-basi.

Mencalonkan diri sebagai Bupati Lahat dan berpasangan dengan H. Haryanto dengan tagline Berlian, menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Sejarah tentang Bupati Perempuan pertama serta melanjutkan kinerja apik Cahaya menjadi magnet kuat di tengah masyarakat Bumi Seganti Setungguan.

Bagaimana menurutmu?

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.