Terkait Penegakan Hukum Keselamatan Ketenagalistrikan, YLKI Lahat Raya Berkoordinasi Dengan Kapolda Sumsel


LAHAT, SS - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya yang merupakan bagian dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sumatera Selatan (YLKI SUMSEL). Sebagai Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) mempunyai tugas menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

Ketua YLKI Lahat, Sanderson Syafe'i, ST. SH, mengatakan, hak konsumen sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 salah satunya hak kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. 

Berdasarkan data dari Dinas Kebakaran Sumatera Selatan menunjukan hingga Oktober 2021, telah terjadi 138 kali bencana dari 17 Kabupaten dan Kota. Dari jumlah tersebut, kebakaran rumah penduduk mendominasi yang tercatat sebanyak 92 kali, dimana sebagian besar terjadinya kebakaran dipicu oleh terjadinya arus pendek atau korsleting listrik," ujarnya Jum'at (18/03/22).

Setiap usaha kegiatan ketenagalistrikan lanjut dia, wajib memenuhi ketentuan Keselamatan Ketenagalistrikan merujuk UU 30 / 2009 tentang Ketenagalistrikan, namun faktanya saat YLKI Lahat melakukan Investigasi ke 21 Unit Layanan Pelanggan (ULP) dari tiga UP3 PT. PLN secara acak, mulai dari jaringan milik PLN hingga instalasi listrik milik konsumen jauh dari kondisi Andal dan Aman (A2) bagi Instalasi (Keselamatan Instalasi), Aman dari bahaya bagi manusia dan mahluk hidup lainnya (Tenaga Kerja dan Masyarakat umum), Ramah lingkungan, beber Sanderson yang telah bersertifikat kompetensi ketenagalistrikan dari Kementerian ESDM.

Sanderson menegaskan masyarakat tidak boleh abai terhadap standar dan kaidah sebagai penentu utama dalam pemasangan listrik antara lain : Pertama pemenuhan standarisasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik, Pengamanan Instalasi tenaga listrik, Pengamanan Pemanfaat tenaga listrik wajib memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kedua lanjut dia, instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO) merujuk Permen ESDM No. 12 tahun 2021 dimana sertifikat yang diterbitkan oleh Lembaga Inspeksi Teknik Tegangan Rendah (LIT-TR) yang ditunjuk Pemerintah untuk melakukan inspeksi kelaikan operasi atas instalasi listrik yang dipasang di bangunan pemohon listrik.


Dan ketiga, Badan Usaha (BU) penunjang tenagalistrik juga wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan dan wajib menggunakan Tenaga Teknik (TT) dalam usaha ketenagalistrikan wajib memiliki Sertifikat Kompetensi (SERKOM), dimana proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui Uji Kompetensi yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja baik yang bersifat Nasional, Khusus maupun Internasional. 

"Ironisnya berbagai tindak pelanggaran ketenagalistrikan banyak terjadi, dan dibutuhkan pengawasan serta penegakan hukum terhadap usaha penyediaan tenaga listrik mulai dari pemasangan instalasi dilakukan oleh tukang listrik (tukang bangunan merangkap pasang listrik) bukan instalatir bersertifikat, peralatan tidak SNI, penerbitan SLO tanpa melakukan pemeriksaan dan pengujian alias SLO ASPAL (Asli Tapi Palsu), diduga ada keterlibatan oknum PLN, LIT-TR merangkap Bangsang," ungkap Sanderson.

Masih menurut Sanderson, setelah berkoordinasi, pihaknya juga akan memberikan laporan terkait LIT-TR yang selama ini diduga telah melakukan perbuatan yang melanggar UU Ketenagalistrikan. Sebagai mana telah dilakukan pada sidang mediasi di BPSK Kota Lubuklinggau beberapa waktu lalu, namun sampai hari ini kesepakatan yang telah di sepakati bersama tidak kunjung di realisasikan. 

Hal ini harus  segera dilakukan penegakan hukum Ketenagalistrikan mengingat menjadi bom waktu berpotensi terjadi kebakaran akibat korseliting listrik dalam kurun waktu 15 tahun sesuai masa berlaku SLO. Dengan penegakan hukum akan memberikan kepastian hukum serta memberikan rasa keadilan di masyarakat.

Adapun ancaman hukumannya kata Sanderson sudah jelas, dalam UU 11 Tahan 2020 Tentang Cipta Kerja, Pasal 42 ketentuan dalam UU No. 30/2009 Ketenagalistrikan angka 31. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagaib erikut:Pasal 49(1) Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan kesehatan, keselamatan,dan/atau lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,0O (tiga miliar rupiah),” pungkas Sanderson.

Sementara seorang mantan Instalatir Kelistrikan PLN mengungkapkan hal senada, bahwa banyak sekali kasus kebakaran terkait instalasi listrik dipicu oleh terjadinya korsleting listrik. Namun korsleting listrik bukanlah satu-satunya pemicu terjadinya kebakaran terkait listrik, ujarnya sembari minta namanya tidak dicantumkan.

Pertama, pemasangan instalasi yang tidak benar atau tidak memenuhi standar persyaratan umum instalasi listrik (PUIL). Kedua, penggunaan atau pengoperasian perlengkapan atau pemanfaatan listrik yang tidak benar atau tidak memenuhi standar (tidak bertanda SNI).

Penyebab kebakaran yang ketiga adalah pemanasan lebih karena beban atau arus lebih (overload), maupun hubungan pendek yang mengakibatkan kerusakan insulasi kabel.

Penyebab keempat, yakni penyalahgunaan tenaga listrik, misalnya mencantol listril, mengutak-atik kWh meter, dan pemakaian listrik tidak sah. (Fry) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.