DPD AKLI SUMSEL Vakum, "BU" Lakukan Sendiri Sosialisasi NIDI Ke PLN, Bagai Kehilangan Induk


PALEMBANG, SS - Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI) sebagai organisasi yang tertua dan terbesar di Indonesia, sudah selayaknya menjadi wadah pemersatu yang dibutuhkan para anggota (Badan Usaha atau disingkat BU) dalam pengembangan diri serta pemberdayaan kemampuan secara profesional guna bersaing di dalam maupun di luar negeri dan menjadi mitra akif lembaga-lembaga terkait di dalam penataan usaha penunjang tenaga listrik.

Sejak Permen ESDM Nomor 12/2021 tentang Klasifikasi, Kualifikasi, Sertifikasi dan Akreditasi Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik diberlakukan tentunya AKLI berkewajiban membantu para anggota dalam mengembangkan keprofesian guna memenuhi tugas serta tanggung jawab dalam pembangunan Indonesia di bidang ketenagalistrikan dan menciptakan iklim usaha yang sehat serta kondusif bagi pengembangan usaha para anggota.

Sebagai Induk Badan Usaha ketenagalistrikan menempatkan keberadaan AKLI sebagai bagian dari masyarakat ketenagalistrikan, agar dapat melaksanakan fungsi dan peranannya sebagai mitra Pemerintah, mitra Usaha Penyedia Tenaga Listrik, sesama Usaha Penunjang Tenaga Listrik dan Penyedia Jasa Kelistrikan kepada masyarakat dalam memenuhi keperluan akan tenaga listrik yang aman, andal dan akrab lingkungan di setiap tingkatan organisasi.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya melalui kontak pengaduannya mendapatkan laporan bahwa terjadi pro dan kontra karena ada Badan Usaha melakukan sosialisasi NIDI sendiri ke PLN, akibat terjadinya kevakuman organisasi DPD AKLI SUMSEL dimana kepengurusannya ditinggal ketua DPD begitu saja, seharusnya kewajiban Badan Usaha dampingi assosiasi mulai dari sosialisasi dan pendampingan di bidang pembangunan serta pemasangan/instalatir terhadap regulasi penerbitan Nomor Identitas Instalasi (NIDI), terang Sanderson Syafe'i ST. SH, Kamis (03/03/22) 

Sanderson menjelaskan, aturan ini sangat jelas guna memastikan instalasi listrik yang dipasang atau dibangun benar-benar aman, berdasarkan pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor energi dan Sumber Daya Mineral tapi minim sosialisasi terbukti banyak belum paham, terlihat jelas Kabupaten/Kota belum bisa diberlakukannya NIDI karena tidak ada TT di daerah tersebut.

Sanderson melanjutkan bahwa NIDI sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Usaha Ketenagalistrikan, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2021 tentang Klasifikasi, Kualifikasi, dan Sertifikasi Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik, tapi masih perlu mengubah mindset selama ini. NIDI itu produk BU yang memiliki Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL) dan BU bertanggung jawab atas hasil kerjanya.

Menurutnya,hasil pemantauan YLKI Lahat, persepsi pelaku usaha ketenagalistrikan selama ini dan dianggap sudah benar karena tidak ada sanksi DJK bahwa cukup satu Penanggung Jawab Teknik (PJT)  dan Tenaga Teknik (TT) setiap Badan Usaha bisa diberdayakan ke semua lokasi atau istilahnya "TT Terbang". Mirisnya diduga nama PJT dan TT dipakai tanpa sepengetahuan yang memiliki sertifikat kompetensi (Serkom) ketenagalistrikan alias dicatut saja dan hanya pinjam kodefikasi perusahaan saja. 

"Namun sekarang badan usaha tak sekadar memiliki IUJPTL karena penerbitan NIDI memerlukan laporan pekerjaan pembangunan dan pemasangan di setiap Kabupaten atau Kota yang memerlukan TT, hal ini membuat banyak BU yang tidak siap dan menunggu jika masih ada celah untuk berbuat curang atau nakal. Diperburuk lagi assosiasi tidak ada sosialisasi terhadap pemenuhan TT tersebut khususnya di DPD AKLI SUMSEL sehingga masyarakat kembali dirugikan," tegas Sanderson.

Ironisnya AKLI Sumatera Selatan ditinggal Ketua DPD begitu saja ke Sekretaris DPP AKLI, tanpa jelas siapa Pelaksana tugas atau Pelaksana Harian menjalankan estafet kepemimpinan tentunya terjadi kevakuman organisasi, hingga BU bak kehilangan induknya untuk menjalankan program pemerintah ini ke pelaku usaha ketenagalistrikan dan pada akhirnya pelayanan publik terganggu konsumen dirugikan, pungkas Sanderson.

Salah seorang tukang listrik yang minta namanya tidak dituliskan, memberikan tanggapannya kenapa tidak mendaftar menjadi Instalatir resmi yang bersertifikat, dia menjelaskan "biaya untuk mengikuti Serkom tersebut sangat memberatkan dan dijadikan ajang bisnis saja, belum tentu dapat pekerjaan tetap walau bergabung dengan badan usaha. Lebih baik kami cari makan seperti ini, sudah puluhan tahun, Alhamdulillah ada saja rezekinya", ungkapnya.

Sementara, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat  Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (DPP AKLI) Puji Muhardi, saat diminta tanggapannya belum memberikan klarifikasinya hingga berita ini diturunkan. (Fry) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.