Peningkatan Metode Diabetes Self Managemen Education terhadap penderita DM tipe 2 melalui PROLANIS
Ria Anggraini, S.Kep., Ns
Mahasiswi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa 382 juta orang (175 juta diperkirakan belum terdiagnosis ) didunia yang menderita DM pada tahun 2013, dari jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta org di tahun 2035 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI], 2014).
DM tipe 2 ditandai dengan metabolisme abnormal pada karbohidrat, protein, lemak, dan peningkatan kadar gula darah (Persatuan Endokrinologi Indonesia [PERKINI] 2011). Seseorang dikatakan menderita DM tipe 2 jika memiliki kadar gula darah puasa > 126 mg/dl dan gula darah acak > 200 mg/dl disertai keluhan klasik berupa polyuria, polydipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yg tidak dapat dijelaskan sebabnya (PERKINI,2011). DM tipe 2 adalah masalah pada tubuh karena menurunnya kemampuan sel untuk menerima insulin disebut resistensi insulin (Ignatavianus et.al 2016). Pada orang dewasa DM tipe 2 ditemukan 90 % - 95 % dari semua diagnose kasus Diabetes (Centers for Disiase Control and Prevention [CDC], 2014 ).
Manajemen Diri merupakan kunci dalam penatalaksanaan penyakit kronis secara komprehensif (Atak,Tanju,Kenan, 2010). Manajemen Diri yang efektif diperoleh jika individu memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan pengelolaan DM secara mandiri. Keberhasilan manajemen diri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan DM, dibutuhkan penanganan DM secara mandiri dan berkelajutan atau yang dikenal dengan Diabetes Self Manajemen Education (DSME) yang meliputi pemahaman ttg penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, intervensi farmakologis dan non farmakologis, hipoglikemi, masalah khusus yg dihadapi, cara mengembangkan system pendukung dan mengajarkan keterampilan, serta cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan yang ada (Funnel, Brown,Childs,Haas,Hosey,dkk, 2010).
Penanganan DM secara mandiri dan berkelanjutan yg terdapat didalam DSME, merupakan bagian dari Pendidikan kesehatan yang tidak hanya melibatkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga konseling psikologis jika diperlukan utk memfasilitasi gaya hidup (Poretsky, 2010).
Diabetes Self-Management Education (DSME) merupakan salah satu metode pengelolaan diabetes secara berkelanjutan dengan memfasilitasi pengetahuan dan keterampilan. DSME menggunakan pedoman konseling dan intervensi perilaku untuk meningkatkan pengetahuan mengenai diabetes dan meningkatkan keterampilan penderita dan keluarga dalam mengelola penyakit diabetes.
Cara ini diperlukan pada penderita diabetes sejak cara tradisional yang menempatkan penderita pada peran pasif tidak lagi memadai utk menangkap kompleksitas dari perawatan dan sifat penyakit yang tidak hanya membutuhkan tenaga kesehatan tetapi juga diperlukan peran aktif penderita dalam perawatan.
Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) adalah system pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegerasi melibatkan peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS Kesehatan dalam rangka memelihara kesehatan peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis, sehingga dapat mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
Keberadaan Prolanis ini sangat bermanfaat bagi kesehatan para pengguna BPJS. Selain itu kegiatan Prolanis dapat membantu BPJS kesehatan dalam meminimalisir kejadian PTM, dimana pembiayaan untuk pasien dengan penyakit kronis sangat tinggi, maka perlu dilakukan pencegahan terkait penyakit kronis.
Prolanis bertujuan untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indicator 75% peserta terdaftar yang berkujung ke Faskes Tingkat Pertama (FKTP) memiliki hasi “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe 2 dan Hypertensi sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit. Prolanis merupakan kelanjutan skrining kesehatan (BPJS Kesehatan,2014).
Aktivitas Prolanis meliputi; Konsultasi Medis/Edukasi, Reminder melalui SMS Gateway, Home visite, aktifitas klub dan pemantauan status kesehatan.
Setiap Program pastinya akan memiliki hambatan2 tertentu yg dapat menghalangi tercapainya tujuan program. Program Prolanis juga mengalami nasib serupa. Penelitian Ida Susanti , et al.,(2017) meneliti tentang Kualitas Pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) pasien Diabetes Mellitus menyatakan bahwa hambatan pada program Prolanis adalah: (a) Peserta prolanis sering tidak hadir pd kegiatan2 prolanis (peserta dan keluarga kurang kooperatif) , (b) Para penderita Diabetes Mellitus tidak terjaring secara maksimal, (c) Kurangnya koordinasi dan kerjasama antar faskes (jejaring dan jaringan).
Upaya yg dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut adalah;
1) Edukasi Kelompok peserta Prolanis; merupakan kegiatan penyuluhan dalam rangka memberikan wawasan pengetahuan terhadap peserta terkait dengan kondisi kesehatan dan penyakit yang mereka derita. DSME dapat dimasukkan dalam materi edukasi yang telah terprogram oleh BPJS selama 1 tahun (secara berkala).
2) Reminder melalui SMS Gateway; merupakan bentuk pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan guna mengingatkan atau memberitahukan peserta akan kegiatan kegiatan prolanis sehingga para peserta tidak lupa untuk dating dan mengikuti kegiatan tersebut.Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai media, telpon,sms ataupun jaringan komunikasi lainnya.
3) Home Visite; merupakan bentuk pelayanan yang dilakukan dengan cara mengunjungi ke rumah rumah peserta prolanis. Pelayanan ini dapat diberikan kepada peserta yang sudah tiga kali secara berturut-turut tidak hadir dalam kegiatan prolanis. Pelayanan ini dilakukan guna mengetahui penyebab ketidakhadiran peserta dalam kegiatan prolanis.
4) Diperlukan pembaharuan data-data yang terintegerasi tentang masyarakat yang menderita penyakit Diabetes Mellitus agar dapat terjaring oleh Program Prolanis.
5) Diperlukan peningkatan kerjasama antar fasilitas kesehatan (jejaring dan jaringan) guna menjaring dan mensosialisasikan Program Prolanis pada masyarakat.
Merupakan tantangan bagi perawat komunitas sebagai agen perubahan untuk merubah perilaku dan pola pikir serta memotivasi penderita DM tipe 2 dan keluarga. Keahlian perawat dalam memimpin program adalah bukti bahwa perawat adalah kelompok logis yang mampu berperan aktif memotivasi penderita DM tipe 2 dan keluarga untuk melakukan perubahan perilaku dan pola pikir dengan cara pendekatan proaktif yang dilakukan secara terintegerasi.
Gaya Kepemimpinan Transformational memiliki peran penting untuk melakukan perubahan ini. Kepemimpinan Transformational menyediakan kerangka kerja yang logis dimana sangat memungkinkan untuk menjadikan perawat komunitas sebagai agen perubahan.
Kepemimpinan Transformational diarahkan untuk menginspirasi, memotivasi orang lain, mendorong perubahan, mengembangkan inovasi, dan menanamkan keinginan untuk bekerja melampaui harapan (Fisher,2016; Waite & McKinney,2015).
Kepemimpinan Transformational adalah suatu tindakan yang menitikberatkan pada perubahan budaya dan restrukturisasi yang bertujuan untuk mencapai perubahan yang diperlukan dalam merespon lingkungan yang terus menerus berubah (Borkowski, 2013). Kepemimpinan Transformational berfokus pada charisma, inspirasi, intelektual dan pertimbangan individu (Borkowski, 2013).
Post a Comment